Susahnya Membedakan



Pertanyaan: Menurut prediksi eyang Pancasila akan diadopsi sebagai falsafah dunia yang universal, tetapi eyang menyatakan kalau Pancasila itu abu-abu. Apakah dunia ini abu-abu?
Jawaban: Baik agama maupun saint itu dengan tegas membedakan antara hitam dan putih, tetapi tak menganalisa yang abu-abu. Mengapa? Manusia  primitif memiliki kermampuan paralogika negatif sehingga sulit untuk memilah sesuatu yang abu-abu, semakin sempurna kemampuan para logikanya meningkat, sehingga dapat menjadi positip. 
Dalam ilmu pengetahuan (sains)  dikenal istilah kritis bagi yang memiliki kemampuan membedakan yang benar dan yang salah berdasar pertimbangan fikiran, sehingga sering menisbikan pertimbangan bathiniah. Dalam agama yang ditekankan adalah pertimbangan bathiniah antara yang baik dan yang buruk tanpa pertimbangan pemikiran. 
Saat ini dikenal adanya  "intuisi" , yang merupakan sejenis "instink" yang dapat "membimbing" dalam menentukan pilihan yang tak sepenuhnya berdasar pemikian maupun bathin. Nah, mungkin inilah yang eyang gunakan dalam memprediksikan Pancasila akan diadopsi menjadi falsafah dunia.
Menurut eyang: fenomena transien adalah abu-abu,  merupakan spectrum dari yang semu sampai yang nyata, yang rasionil dan yang irasionil dalam gradiensi sangat halus. Saat kita bermimpi apa saja dapat terjadi,inilah salah satu fenomena transien. Saat terbangun kita baru sadar bahwa hidup ini bukannya mimpi. Dalam mensikapi sebuah mimpi inilah kemampuan paralogika kita diuji. Mimpi adalah fenomena abu-abu, tetapi jika kita jujur banyak juga mereka yang "bermimpi" dalam keadaan tidak tidur, misalnya para pelamun, penggagas sesuatu yang belum ada dalam kenyataan, menghadapi sesutau "baru" yang belum pernah disaksikan sebelumnya, berangan-angan, bahkan cita-cita sebenarnya merupakan mimpi jika belum dapat dicapai.
Pancasila itu jika tak diterapkan juga sekedar angan-angan,tetapi.............jika diterapkan secara salah untuk sekedar menegakkan kekuasaan, akibatnya justru  idealisme yang sangat mulia ini tiada bedanya dengan idealisme lainnya, misalnya:imperiaisme, kapitalisme, komunisme, kolonialisme, fasisme,............................hingga materialisme, yang jelas dan bukan abu-abu.
Banyak idealisme tak mempertimbangkan berbagai aspek, hingga menisbikan aspek lainnya karena tidak holistik. Pancasila sangat berbeda dengan idealisme hitam maupun putih yang sangat mudah diterapkan. Pancasila adalah idealisme yang paripurna dan sangat dibutuhkan untuk "mengatur dunia yang semakin complicated". Dulu agama sangat tepat untuk mengatur kehidupan manusia atas dasar Moralitas Agung", karena sebagian besar manusia masih takut akibat dosa (yaitu neraka) dan yakin akan adanya pahala yang akan membimping pada kebahagiaan abadi (sorga).
Nah, kenyataannya saat ini banyak manusia yang tak takut pada akibat dosa dan menginkan "hadiah" dalam sekejap (instan)  agar dapat memperoleh  kenikmatan hidup duniawi.. Agama yang seharusnya menyatukan seluruh umat manusia, malah dijadikan pangkal sengketa, hingga timbul berbagai "gerakan moralitas" baru untuk mengatur dan  "menyatukan manusia", misalnya Moralitas Tertib Hukum buatan manusia yang menjadikan manusia menjadi objek, bukan subjek.
Ada yang meramalkan bahwa dunia hampir kiamat, karena manusia tak lagi takut akan akibat dosa dan puas dengan kenikmatan instant bukan  berupaya  mencapai kebahagiaan abadi di sorga. Mereka yang putus asa dan yakin  akan mendapatkan sorga, mengharapkan datangnya kiamat, meramalkan waktu kiamat atau bahkan membuat kiamat!

Ini merupakan keputus asaan, pesimisme yang berlebihan dan sangat berbahaya jika tak segera diatasi. Urusan kiamat bukanlah urusan manusia, namun manusia memang berpotensi menjadikan dunia bagaikan kiamat, misalnya melakukan perusakan lingkungan tanpa peduli akan akibatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar